- Sebuah Pendahuluan

Hidroponik
Cara Hidroponik
HIDROPONIK merupakan metode bercocok tanam tanpa tanah. Bukan hanya dengan air sebagai media pertumbuhannya, menyerupai makna leksikal dari kata hidro yang berarti air, tapi juga dapat menggunakan media-media tanam selain tanah menyerupai kerikil, pasir, sabut kelapa, zat silikat, pecahan watu karang atau watu bata, potongan kayu, dan busa.

Sejarah Hidroponik

Mungkin, bagi sebagian besar orang tidak akan percaya di antara ratusan tomat yang dimakan tidak tumbuh di atas tanah melainkan di air. Seperti percobaan yang yang dilakukan salah satu bapak hidroponik, Dr.W.F.Gericke dari Universitas California pada tahun 1930-an. Latar belakang Gericke meneliti sistem hidroponik ini, alasannya yakni ia melihat luas tanah di sekelilingnya terasa semakin menciut untuk ditumbuhi aneka macam tanaman.

Hasil penelitiannya yang mudah dan praktis ini pun cepat diketahui se-antero Amerika. Bahkan tentara-tentara Amerika yang dinas di pulau-pulau gersang dan terisolasi pun ikut menumbuhkan tanaman sayuran di ruang tertentu dengan menggunakan sistem hidroponik. Begitu pula di Jepang, yang didirikan segera setelah Perang Dunia II berakhir untuk persediaan makanan bagi tentara pendudukan Amerika.

Sejak ketika itu, banyak dibuat unit hidroponik yang berskala besar di Meksiko, Puerto Rico, Hawaii, Israel, Jepang, India, dan Eropa. Dan lebih kompleks lagi, hidroponik dijadikan sebagai bisnis besar dan diselenggarakan projek riset terhadapnya, juga banyak berdiri perusahaan-perusahaan yang menaruh perhatian pada bidang bercocok tanam paling logis di bumi dengan penduduk yang terus bertambah.

Menurut Nicholls (1986), semua ini dimungkinkan dengan adanya kekerabatan yang baik antara tanaman dengan kawasan pertumbuhannya. Elemen dasar yang diharapkan tanaman sesungguhnya bukanlah tanah, tapi cadangan makanan serta air yang terkandung dalam tanah yang terserap akar dan juga tunjangan yang diberikan tanah dan pertumbuhan. Dengan mengetahui ini semua, di mana akar tanaman yang tumbuh di atas tanah menyerap air dan zat-zat vital dari dalam tanah, yang berarti tanpa tanah pun, suatu tanaman dapat tumbuh asalkan diberikan cukup air dan garam-garam zat makanan.

Manipulasi yang dapat dilakukan selain perlakuan di atas yakni pengontrolan. Dengan perawatan rutin (sehari hanya memakan waktu maksimal 20 menit), kita dapat menikmati bermacam buah-buahan, sayur-sayuran, dan rempah-rempah tanaman obat.

Metode hidroponik “mengizinkan” orang-orang yang tinggal di rumah dengan halaman yang sempit dan juga mahasiswa yang bertempat di kawasan kos untuk menikmati buah dari tangan cuek di kawasan sendiri. Karena, ya… itu tadi, tidak perlu tanah! Keuntungan yang diperoleh pun cukup berlimpah. Pada bidang tanah yang sempit dapat ditumbuhi lebih banyak tanaman dari yang seharusnya. Lantas hasil tanaman buah dapat menjadi lebih masak dengan cepat dan lebih besar. Air dan pupuk dapat lebih abadi alasannya yakni dapat dipakai ulang. Nicholls (1986) menambahkan pula, hidroponik memungkinkan kita untuk mengatur tanaman lebih teliti dan menjamin hasil yang baik dan seragam.

Perkembangan Hidroponik


SETELAH ribuan tahun insan menetap di muka bumi, dan seiring waktu yang terus berjalan, dunia makin kecil dengan bertambahnya populasi bumi yang melaju cepat. Tidak dapat dibayangkan bila Allah tidak memberi kita otak atau akal… apa yang akan terjadi dengan dunia? Tanah makin sedikit, banyak yang dirombak untuk dibangun rumah-rumah masyarakat. Populasi tumbuhan pun semakin berkurang.

Di sisi lain, sekarang sedang maraknya bioteknologi di aneka macam bidang, salah satunya bidang pertanian. Setelah melaksanakan aneka macam penelitian, bioteknologi merupakan satu jalan menuju kesejahteraan insan mengingat lahan pertanian Asia yang semakin kecil. Adapun tanaman-tanaman yang berhasil dimutasikan gennya (transgenik) yakni kapas, jagung, buah-buahan yang memang menimbulkan kualitasnya lebih baik, tahan hama penyakit, dan alhasil pun lebih banyak. Namun bioteknologi tidak semulus kelihatannya, banyak pihak, terutama dari perkumpulan lingkungan hidup semacam Greenpeace, percaya tanaman transgenik justru akan berbagi virus penyakit yang lebih kebal.

Adanya ancaman hipotetik pada tanaman kapas, dan menyerupai yang dikatakan Setyarini (2000), jagung transgenik akan dimakan hewan unggas. Dalam rantai makanan, unggas tersebut akan dimakan manusia. Yang sangat dikhawatirkan yakni dalam unggas tersebut terdapat genetically modified organism (GMO) yang efeknya cukup riskan dalam badan manusia.

Masalah lainnya yakni potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung di alam dapat mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi.

Meskipun tanaman transgenik memiliki kehebatan yang menakjubkan, berkualitas tinggi, kebal terhadap serangan hama sampai petani tidak perlu menyemprot pestisida, serta meningkatkan swasembada pangan tanaman, dan sebagainya, namun kita tetap harus mempertimbangkan kemungkinan besar lain, yang tidak kalah penting sampai kuat terhadap keseimbangan alam dan kesehatan kita. Karena hal ini pun, sepertinya metode hidroponik merupakan alternatif paling aman. Dan mungkin hidroponik ini tidak akan menarik bila sistem tanah memiliki kualitas yang baik, konsisten, dan semua penanaman cukup berinteraksi dengan tanah.

Tinggal dalam apartemen yang paling kecil sekalipun tidak menutup kemungkinan kita dapat menanam bunga, buah, dan sayur-sayuran. Untuk mencapainya dapat dilakukan dengan sistem hidroponik dalam pot yang kecil-kecil. Intinya, ketika ini bercocok tanam dengan hidroponik menjadi alternatif paling realistis bila hidup di kota.

Jika kita sudah menaruh perhatian untuk menumbuhkan tanaman dengan hidroponik, pengontrolan yakni hal yang penting dilakukan. Komposisi pupuk, pemberian insektisida yang cukup (meskipun tak perlu yang manjur, alasannya yakni hama penyakit tanaman dari tanah tidak ada atau sedikit saja di media bukan tanah), kesterilan media dan pengairan secara teratur harus disorot. Namun pada hidroponik juga memiliki kelemahan, apalagi bila mengabaikan sistem pengontrolan. Menanam di udara terbuka mendatangkan masalah gres yaitu kondisi cuaca yang selalu berubah.

sumber : Sri Nurilla Fazari, Mahasiswa Departemen Biologi ITB.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "- Sebuah Pendahuluan"

Posting Komentar